Sutradara: David Fincher
Aktor/aktris: Jack Gyllenhaal (Robert Graysmith), Mark Rufallo (David Toschi), Paul Avery (Robert Downey Jr)
Oke, sebelumnya pasti kalian bingung kenapa saya baru mereview film ini sekarang. Jawabannya adalah, karena saya baru nonton filmnya minggu kemarin!! (Apaaaa?! Kemana aja ini mbak satu..?!) Pertanyaan itu juga saya tanyakan ke diri saya, kemana aja saya selama ini sampai bisa melewatkan film semacam ini?
Film Zodiac, yang diangkat dari novel non-fiksi berjudul sama, bercerita tentang serial killer bernama Zodiac. Ya, film ini diangkat dari kisah nyata mengenai kasus serial pembunuhan yang terjadi di San Fransisco era 60-70an. Kasus zodiac adalah kasus yang cukup sensasional pada jamannya, karena selain merupakan kasus yang unsolved, pelakunya sendiri rajin mengirimkan surat berisikan cerita pembunuhannya serta kode sandi ke media massa. (hmm, agak narsis juga ya? but it’s a way to get famous though.. :p)
Robert Graysmith –sang tokoh utama yang juga adalah pengarang novel aslinya– adalah mantan pramuka yang bekerja sebagai seorang kartunis di harian The Chronicles. Ia terobsesi dengan zodiac mulai saat pertama ia melihat surat berkode yang diberikan zodiac ke kantornya. Bersama dengan Paul Avery, jurnalis yang ditugaskan khusus meliput kasus ini, setiap hari ia berdiskusi mengenai zodiac. Hingga kasusnya sudah termakan oleh waktu pun dia masih penasaran dengan siapa sebenarnya zodiac. Ia pun –dengan pertolongan dari David Toschi, polisi yang pernah mengerjakan kasus zodiac sebelumnya– mengulang segala pencarian dari awal.
There’s more than one way to lose your life to a killer. Begitulah taglinenya (atau setidaknya itu description yang saya baca di imdb :p). Hal itu yang terjadi pada diri Graysmith. Ia ditinggal istrinya, anak-anaknya, ia bahkan sampai keluar dari pekerjaannya saking terobsesi dengan menemukan zodiac. Seakan-akan zodiac telah mengambil hidupnya, walaupun tidak dengan membunuhnya.
Sedikit trivia sebelum masuk ke menu utama. Ada yang menarik dari proses pembuatan film ini. David Fincher and screenwriternya, Vanderbilt, menghabiskan berbulan-bulan untuk mempelajari kasus ini dan menambahkan beberapa detail ke dalam script nya. Mungkin karena ini merupakan misteri yang unsolved, mereka tidak mau berspekulasi dan memberikan penonton jawaban apa adanya. Sampai-sampai untuk urusan hal ini, mereka menggunakan jasa ahli forensik tersendiri.
Masuk ke menu utama, menurut saya film ini underrated ya, nasibnya hampir mirip seperti The Prestige. Karena dari satu sisi memang mungkin ini bukan karya terbaik Fincher, jika dilihat dari karya sebelumnya dengan genre serupa namun dengan cerita yang lebih menyesatkan otak dan packaging (visualisasi, efek, dan aktor) yang lebih menarik. Jadi wajar saja orang-orang yang sudah terbiasa dengan Fight Club atau Se7en menganggap film ini tidak menarik (saya pun awalnya menganggap film ini tidak menarik dari segi posternya hehe..). Apalagi rilisnya di tahun 2007 hampir bertepatan dengan rilis 300, yang pada kala itu merajai box office America.
Namun terlepas dari karya-karya sebelumnya, menurut saya film ini sukses sebagai film true story-mistery-crime karena menurut saya disini Fincher berhasil membuat tingkat ketertarikan saya dengan plotnya bertambah seiring waktu. Saya suka bagaimana dia terus membangkitkan rasa curiosity saya dengan penyusunan puzzle-puzzle di dalam plot yang turut membuat saya berpikir. Saya suka bagaimana dia mengusik saya sepanjang film dengan pembangunan suasana tensing, yang kadang membuat saya lupa bernafas. Karena disanalah ciri khas Fincher berada. Hal ini yang membuat zodiac terasa berbeda dari film true story-mistery-crime lain yang pernah saya tonton sebelumnya, yang kadar boringnya kadang tidak terdeskripsikan.
Walaupun tidak se-menyesatkan Se7en atau seseru Fight Club yang sampai menjadi cult. Zodiac bisa saya kategorikan sebagai film yang sederhana tapi spesial. Zodiac sederhana karena bisa dibilang film ini berada ditengah-tengah, atau malah bisa menjadi penengah bagi anda yang tidak begitu suka dengan sport jantung berlebihan atau tidak kuat dengan kadar gory yang cukup tinggi. Namun ia tetap spesial karena Fincher sukses menggabungkan beberapa unsur penting seperti di film pendahulunya (seperti yang sudah dijelaskan di paragraph sebelumnya, walau dengan presentase yang berbeda). Makanya menurut saya film ini hampir sama seperti The Prestige yang juga sederhana-spesial jika disandingkan dengan karya Nolan lain (sederhana karena plotnya lebih mudah dibanding pendahulunya memento atau kalah pamor dengan trilogy Batman yang kala itu sedang hangat dibicarakan, namun tetap spesial karena sebenarnya merupakan film dengan banyak twist yang membekas di otak). Menurut saya justru di film-film seperti inilah anda bisa melihat gaya, karakter dan konsistensi dari seorang sutradara. Mungkin karena film true-story sederhana-spesial inilah yang Fincher akhirnya didapuk menyutradarai The Social Network (yang berakhir sangat sukses!).